Stunting di Indonesia Saat Ini: Masih Harus Kerja Keras

    Dalam beberapa waktu terakhir ini, Indonesia dibuat serius dengan permasalahan status gizi pada balita khusunya masalah Stunting. Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya. Menurut Data RISKESDAS 2018 diketahui bahwa presentase angka status gizi sangat pendek dan pendek pada balita masih tinggi di angka 30,8%, meskipun angka ini menurun dari tahun 2013 yang mencapai 37,2% tapi angka ini masih jauh dari target RPJMN 2019 yaitu sebesar 28%. Hal ini tentu masih jauh dari target. Didukung dengan data status gizi kurang dan buruk yang juga masih tinggi yaitu sebesar 17,7%. WHO menetapkan batasan masalah gizi tidak lebih dari 20%, sehingga dengan demikian jika diakumulasi semuanya Indonesia termasuk dalam negara yang memiliki masalah kesehatan masyarakat.  

  Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Padahal seperti kita ketahui, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah. Bahkan hasil studi membuktikan bahwa faktor keturunan hanya berkontribusi sebesar 15%, sementara unsur terbesar terkait masalah asupan zat gizi, hormon pertumbuhan dan terjadinya infeksi berulang.

  Stunting disebabkan oleh tidak tercukupinya a
supan gizi anak, bahkan sejak ia masih di dalam kandungan. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa 20% kejadian stunting sudah terjadi ketika bayi masih berada di dalam kandungan. Kondisi ini diakibatkan oleh asupan ibu selama kehamilan kurang berkualitas, sehingga nutrisi yang diterima janin sedikit. Akhirnya, pertumbuhan di dalam kandungan mulai terhambat dan terus berlanjut setelah kelahiran. Adapun faktor determinan utama pada kejadian stunting di Indonesia antara lain ASI eksklusif tidak diberikan pada 6 bulan pertama, stastus ekonomi keluarga yang rendah, kelahiran prematur, panjang badan baru lahir yang pendek, ibu yang pendek, tingkat pendidikan orang tua yang rendah, dan anak yang tinggal didaerah miskin perkotaan dan pedesaan.
Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia, juga ancaman kemampuan daya saing antar bangsa. Hal ini dikarenakan stunting adalah masalah gizi yang berdampak hingga anak berusia lanjut usia apabila tidak ditangani segera. Hal ini berhubungan langsung dengan tingkat produktifitas yang rendah yang menyebabkan anbak tersebut mudah lelah dan tidak lincah dibandingkan anak lainnya, resiko terkena penyakit infeksi dan penyakit kronis di usia dewasanya.
Pencegahan Stunting menjadi fokus utama pemerintah saat ini. Kemenkes RI meluncurkan cara mencegah Stunting dengan Perbaikan Pola Makan, Pola Asuh dan Sanitasi. Karena kita ketahui bersama seringkali masalah-masalah non kesehatan menjadi akar dari masalah stunting, baik itu masalah ekonomi, politik, sosial, budaya, kemiskinan, kurangnya pemberdayaan perempuan, serta masalah lingkungan.
Pola Makan
Karena masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi. Maka Kemenkes RI mengenalkan istilah “Isi Piringku” dengan gizi seimbang dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari
Pola Asuh
Stunting dipengaruhi aspek perilaku, utamanya dalam pemberian nutrisi. Maka dimulai dengan edukasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai calon orang tua, agar bisa memahami pentingnya memenuhi gizi saat hamil serta pentingnya memeruiksakan kandungan secara rutin. Bersalin di fasilitas kesehatan, melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan memberikan ASI Eksklusif sampai 6 bulan. Kemudian dilanjutkan dengan makanan pendamping di usia 2 tahun. Serta memantau tumbuh kembangya dengan datang ke Posyandu setiap bulan. Hal lain yang sangat dibutuhkan adalah mendapatkan imunisasi yang lengkap untuk buah hati.
Sanitasi  dan akses air bersih
Mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi , untuk itu perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang air sembaranagan.
Hal ini merujuk pada Undang-Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menyebutkan, arah perbaikan gizi adalah meningkatnya mutu gizi perorangan dan masyarakat melalui, perbaikan pola konsumsi makanan yang sesuai dengan gizi seimbang; perbaikan perilaku sadar gizi, aktivitas fisik dan kesehatan; peningkatan akses mutu pelayanan gizi yang sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi; dan peningkatan system kewaspadaan pangan dan gizi.  
Sementara untuk hasil RISKESDAS Provinsi Jawa Timur tidak jauh beda diketahui bahwa presentase angka status gizi sangat pendek dan pendek pada balita masih tinggi di angka 32,81%, meskipun angka ini menurun dari tahun 2013 yang mencapai 35,8% sementara data status gizi kurang dan buruk yang juga masih tinggi yaitu sebesar 16,80%. Hal ini temtu menjadi tugas terbesar bagi kita para mahasiswa kesehatan masyarakat yang sudah seharusnya peka terhadap permasalahan ini khususnya di Jawa Timur. Upaya pencegahan Stunting harus tetap di gencarkan agar anak-anak di Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, social, dan fisik yang siap untuk belajar, melanjutkan cita-cita bangsa ini menjadi raksasa dunia. Mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global. Mengingat bahwa kasus stunting ini disebabkan oleh beberapa masalah di luar kesehatan sendiri sehingga dalam upaya pencegahannya dibutuhkan bantuan dari segala sektoral yang terintergrasi dan seluruh tatanan masyarakat. Serta peraturan-peraturan terkait pemenuhan gizi yang harus disikapi dengan koordinasi yang kuat di tingkat pusat dan aturan main serta teknis yang terstruktur sehingga bisa diterapkan ke daerah-daerah secara menyeluruh. Dengan begitu diharapkan permasalahan stunting ini bisa selesai sehingga bisa menyelamatkan pertumbuhan ekonomi yang terbebas dari biaya-biaya pengobatan terhadap penyakit degeneratif.
Upaya penurunan angka stunting di Jawa Timur terus dilakukan dengan berkerjasama dengan multisektor. Ada 3 pendekatan yang dilakukan yaitu:
 Pelaksanaan pendekatan keluarga
Dalam pelaksanaan pendekatan keluarga dilakukan dengan mengedepankan sektor komunitas. Mulai dari mensosialisasikan ASI eksklusif pada 6 bulan pertama, pertumbuhan dan perkembangan balita yang dipantau tiap bulan melalui posyandu, sanitasi, dan bayi imunisasilengkap

Program Indonesia sehat
Pada pelaksanaannya hampir sama dengan pendekatan keluarga namun, sanitasi yang diperhatikan lebih spesifik yaitu air bersih dan jamban. Selain itu keikutsertaan masyarakat pada program Jaminan Kesehatan Nasional menjadi salah satu tolak ukur untuk dapat memantau perkembangan gizi keluarga.
Pelaksanaan SPM
Pada pelaksanaan SPM difokuskan pada pelayanan kesehatan ibu hamil dan pelayanan kesehatan bayi baru lahir.

Sumber :
RISKESDAS 2018 Kementerian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
RISKESDAS 2018 Provinsi Jawa Timur Kementerian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kajian Kebijakan dan Penanggulangan Masalah Gizi di Indonesia, Buletin Penelitian Kesehatan, Vo. 45, No. 4, Desember 2017 : 233-240  
Nimas Mita Etika yang di review oleh dr. Yusra Firdaus, Hellosehat.com. 2019. Mengenal Stunting, Kondisi Tubuh Anak Pendek yang Ternyata Berbahaya. https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/stunting-adalah-anak-pendek/
Kompas.com - 08/02/2017, 10:03 WIB Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal "Stunting" dan Efeknya pada Pertumbuhan Anak", https://lifestyle.kompas.com/read/2017/02/08/100300123/mengenal.stunting.dan.efeknya.pada.pertumbuhan.anak?page=2.
Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Depkes.go.id. 2019. Cegah Stunting dengan Perbaikan Pola Makan, Pola Asuh dan Sanitasi (2). http://www.depkes.go.id/article/view/18040700002/cegah-stunting-dengan-perbaikan-pola-makan -pola-asuh0dan-sanitasi-2-.html
Doddy Izwardy.2019. Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Stunting di Indonesia. FGD skrining Malnutrisi Pada Anak di Rumah Sakit

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PREVALENSI MENINGKAT SETIAP TAHUNNYA, DIABETES MELITUS TIPE II MENJADI ANCAMAN SERIUS DUNIA

Polusi Suara, Bahayakah ?

Indonesia masuk 10 Negara dengan Penderita TBC Terbanyak