Apakah Bank Sampah bisa Menjadi Obat dari Keganasan Stadium Sampah di Indonesia?
Apakah Bank Sampah bisa Menjadi Obat dari Keganasan Stadium Sampah di
Indonesia?
Dibuat
Oleh:
Josua
Aditya Manuel
Staf
Keilmuan dan Litbang Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Wilayah III
Kepala
Bidang Penalaran, Keilmuan, dan Informasi Komunikasi HMKM FK Unud 2016
Mahasiswa
Semester IV, PS. Kesehatan Masyarakat FK Universitas Udayana
“Belajar di SD 6
tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun, kuliah 5 tahun MASIH BUANG SAMPAH SEMBARANGAN?
Sekolah 17 tahun NGAPAIN AJA?” – Anonymous
Sampah
merupakan masalah klasik di kalangan masyarakat khususnya bagi masyarakat
termasuk di Indonesia. Banyaknya sampah disebabkan selain semakin banyaknya
jumlah penduduk, kesadaran mental dari masyarakat yang kurang untuk
memanfaatkan sesuatu yang masih dapat digunakan dan malah membuangnya di
sembarang tempat yang memunculkan masalah baru yang bernama sampah itu sendiri.
Menurut Bebasari (2016) dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Pansus RUU
Pengelolaan Sampah di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, sampah merupakan permasalahan
utama di Indonesia dan jika diibaratkan oleh kanker, sampah sudah mencapai
stadium empat dan butuh penanganan khusus karena selain banyaknya sampah yang
dibuang oleh masyarakat, dari 357 kotamadya dan kabupaten di Indonesia yang
dijadikan sample dalam pemantauan, hanya 152 kota atau sekitar 43% memiliki TPA
yang beroperasi secara Non-Open Dumping Minimal
ControlledLandfill dan sisanya 205 kota atau 53% masih mengoperasikan TPA Open Dumping (Adipura, 2015 dalam Yeni,
2016) yang sebetulnya masih jauh dari harapan menurut UU No. 18 Tahun 2008
mengenai sistem pengelolaan sampah yang seharusnya sudah Open Dumping. Hal ini
menyebabkan, Presiden Joko Widodo mengarahkan adanya inovasi terhadap
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengenai pengelolaan sampah
terpadu yang diwujudkan dalam Good
Environmental Governance yang terdiri dari tiga poin strategis yaitu
penyediaan pemerintah kabupaten/kota untuk menggunakan sistem controlled
landfill, Mendorong pemenuhan target nasional pengurangan dan penanganan sampah
dengan target 20% pengurangan sampah nasional pada tahun 2019, dan mendorong
penerapan sistem pengelolaan sistem secara terpadu dengan menitikberatkan pada
poin pengurangan sampah dari sumber dan penanganan sampah khususnya aspek
pemilahan dan pengolahan sampah, serta pengelolaan TPA. Salah satu untuk
mewujudkan tiga poin strategis di atas adalah pemanfaatan bank sampah. Lalu,
apakah bank sampah benar-benar efektif menjadi “obat” bagi banyaknya sampah yang
merajalela di Indonesia?
Bank
Sampah merupakan solusi untuk mengurangi dampak sampah bagi lingkungan. Pada
bulan Mei 2012, jumlah bank sampah yang ada di Indonesia sebanyak 886 buah
dengan jumlah penabung sebanyak 84.623 orang dan jumlah sampah yang terkelola
sebesar 2.001.788 kg/bulan serta menghasilkan uang sebesar Rp.3.182.281.000,-/bulan
(KLH, 2012). Ini merupakan salah satu prestasi yang membanggakan bagi kita
bahwa semakin meningkatnya kesadaran masyarakat dalam kesehatan lingkungan
sekitar dan dapat menyelamatkan lingkungan, tetapi mari kita lihat kenyataannya
bank sampah di beberapa daerah.
Di
daerah region Sumatera yaitu di kota Medan, aplikasi bank sampah di kelurahan
Binjai sudah cukup baik dan mendatangkan kebaikan yaitu dari segi ekonomi muncul
peningkatan pendapatan dari masyarakat sehingga dapat meningkatkan mutu
pendidikan di kelurahan Binjai dengan bertambah banyaknya anak sekolah di
kabupaten tersebut, selain itu sarana prasarana menjadi lebih baik dengan
adanya bank sampah yang menyebabkan derajat kesehatan masyarakat meningkat dan
yang terpenting kualitas lingkungan menjadi lebih baik. Untuk di region Jawa
yaitu kota Malang, kesadaran masyarakat sudah ada dalam aplikasi bank sampah
terbukti dengan masyarakat sudah mulai memilah sampah menjadi sampah organik
dan non organik. Selain itu, telah terbentuk Paguyuban Kader Lingkungan Tahun
2010 buatan DKP Kota Malang yang memiliki jasa yaitu telah membantu untuk
mensosialisasikan masyarakat tentang lingkungan terutama sosialisasi pengelolaan
sampah. Tetapi ada kelemahan dari terbentuknya paguyuban tersebut yaitu hanya
sebatas himbauan dan penyadaran, tetapi belum dalam tahap implementasi secara
menyeluruh dalam pengelolaan sampah dari hulu (sumber sampah) sampai hilir
(pemasaran). Selain itu, masih kurang sadarnya masyarakat terhadap dampak
ekonomis 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle) yang sebetulnya dilihat dari hasil
pengamatan yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2012 sudah
memiliki hasil keuntungan yang baik dan sudah banyak sekali masyarakat yang
membangun bank sampah sendiri. Di daerah region Kalimantan, sudah terdapat bank
sampah utama dengan omzet keuntungan per bulan per pengerajin daur ulang sampah
sekitar Rp. 2.500.000,- yang cukup besar bagi masyarakat sekitar. Selain itu,
sudah muncul bank sampah unit dan keliling yang membantu jalannya sampah
menjadi sesuatu yang berharga dan sekolah-sekolah di Kalimantan mulai melakukan
pengelolaan bank sampah. Di Denpasar sebagai region Bali dan Nusa Tenggara,
aplikasi pemanfaatan bank sampah juga sudah mulai baik dengan adanya Peraturan
Daerah Kota Denpasar Nomor 04 Tahun 2008 yang berisi tentang tugas pengolahan
diatur oleh DKP Kota Denpasar dengan tugas pemerintah kota Denpasar adalah
menyusun rencana teknis dan perencaanaan pengolahan sampah di Denpasar dan
melakukan koordinasi dengan instansi/lembaga yang berhubungan dengan dengan pengelolaan
lingkungan Denpasar yang berakibat dengan peran pemerintah yaitu kecamatan di
Denpasar yang melakukan kerjasama baik dengan bank sampah yang ada di Denpasar
yaitu dengan melakukan promosi bank sampah tersebut dan hasil dari bank sampah
tersebut seperti vas bunga, jam, piring, dll hingga ke Jepang dan Australia serta
melatih dan memberdayakan masyarakat dalam mengolah sampah sehingga masyarakat
bisa melakukannya sendiri.
Apakah bank sampah menjadi obat yang
efektif? Menurut hasil pengamatan sebetulnya bank sampah mampu menjadi obat
yang efektif bagi permasalahan sampah di Indonesia dengan keuntungan-keuntungan
yang didapat baik secara sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Tetapi, kembali
lagi kesadaran masyarakat untuk ingin memulai dan peran pemerintah sebagai
payung hukum dan pendukung masyarakat dalam melakukan sesuatu yang baik untuk
lingkungannya. Semoga masyarakat semakin sadar untuk mengolah sampahnya menjadi
sesuatu yang berguna untuk lingkungan Indonesia yang bebas sampah 2020!
DAFTAR PUSTAKA
http://www.menlh.go.id/sampah-di-indonesia-sudah-memasuki-stadium-iv/ diakses
pada tanggal 23 Juni 2016
Kementrian Lingkungan Hidup, 2012. Profil Bank Sampah
Indonesia 2012,
Novianty, M., 2014. Dampak Program Bank Sampah Terhadap Sosial
Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Binjai, Kecamatan Medan Denai, Kota Medan.
diakses pada tanggal 23 Juni 2016
Yeni, E.E., 2016. Rangkuman
Keynote Speech Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pada Acara Rakornas
Pengelolaan Sampah Melalui Program Adipura Pada Tanggal 1 Februari 2016,
diakes pada tanggal 23 Juni 2016
DIVISI LITBANG
ISMKMI WILAYAH 3
Komentar
Posting Komentar